Sabtu, 30 Oktober 2010

Kenapa Anak Selalu Bertanya ‘Mengapa’?

http://lh3.ggpht.com/okin2003/RsXX52ByVyI/AAAAAAAAAF8/6a5u16UEkmw/Read+books+that+you+enjoy.jpg 
Setiap orangtua pasti mendapati anaknya yang selalu bertanya ‘Mengapa’ setiap kali menemukan sesuatu yang baru. Yang terkadang mengharuskan orangtua bersabar dan menjawab dengan bijak. Kenapa anak-anak selalu bertanya ‘Mengapa’?

Kondisi ini adalah salah satu tahapan yang hampir pasti dilalui oleh semua anak-anak, saking seringnya bertanya orangtua terkadang kewalahan atau bahkan emosi sambil berkata ‘Jangan nanya terus’.

Tentu saja hal tersebut bukanlah solusi yang baik karena bisa membuat anak menjadi takut untuk bertanya kembali. Jika anak penasaran, maka tak jarang ia akan mencari jawabannya sendiri sehingga anak bisa saja mendapatkan jawaban yang salah.

Seperti dikutip dari WashingtonPost,  sebuah tim peneliti dari University of Hawaii dan University of Michigan menemukan penyebab anak-anak lebih suka bertanya ‘Mengapa’ adalah sebagai sarana untuk mendapatkan informasi mengenai dunia ini.

Hasil penelitian ini juga menunjukkan ketika anak-anak mendapatkan informasi yang jelas atau sesuai dengan keingintahuannya, maka anak akan lebih cepat berhenti bertanya atau menghentikan interogasinya.

Untuk menghentikan ‘siklus mengapa’, maka orangtua harus mencari tahu jawaban seperti apa yang diinginkan atau bisa memuaskan si kecil. Orangtua sebaiknya tidak memarahi atau menjawab sembarangan pertanyaan si kecil.

Jika memang orangtua tidak tahu jawabannya, maka jawablah dengan jujur dan berusaha mencaritahu jawabannya karena suatu saat anak akan bertanya kembali.

Sementara itu Leon Hoffman, MD, direktur dari Pacella Parent Child Center di New York Psychoanalytic Society & Institute menuturkan kemungkinan penyebab anak-anak ini suka bertanya mengapa adalah untuk:

1. Memahami kata-kata.
Anak-anak yang berusia antara 1-2 tahun adalah masanya untuk belajar berbicara, sehingga anak-anak ini seringkali mengulangi pertanyaan atau bertanya mengapa untuk mendapatkan kejelasan dari setiap kata yang didengar atau diucapkannya.

2. Membangun memori.
Terkadang diperlukan waktu beberapa saat bagi anak yang sedang berkembang untuk menyimpan informasi baru di dalam pikirannya. Mendengar orangtua yang dipercayainya memberikan jawaban bisa membantu mendorong anak untuk memahami konsep kata baru.

3. Menemukan kenyamanan.
Sejak balita, anak-anak biasanya menemukan kenyamanan dalam hal pengulangan dan mengajukan pertanyaan yang sama kembali sebagai salah satu cara untuk meminta dukungan emosional.

Dr Hoffman menyarankan agar orangtua meluangkan waktu untuk menjawab sesering mungkin pertanyaan dari anak. Karena anak hanya ingin mencari tahu sesuatu hal yang baru dan masa ini pasti akan berlalu dengan sendirinya.

source: http://www.seputarkita.info/kenapa-anak-selalu-bertanya-mengapa.html

Jumat, 29 Oktober 2010

nggak tau ni judulnya apa...

Puisi ini sudah lama sekitar tahun 2004 dulu dikasih sama teman SMA aku, entahlah sudah sekian lama tapi masih teringat sampai sekarang, padahal bacanya cuman sekali doang pas waktu dikasih aja aku baca setelah itu tidak tahu lagi kemana kertasnya.
         Ketika menulis ini semua memoriku waktu SMA seakan kembali bersama puisi ini padahal nggak ada acara apa-apa waktu itu ulang tahun atau sejenisnya tidak ada sama sekali. Tiba-tiba saja waktu pagi sebelum beell masuk berbunyi aku sudah duduk tempatku sambil membaca catatan kebetulan pagi itu akan ada ulangan harian  oleh salah satu guru mata pelajaran sebut saja biologi mata pelajaran yang paling aku suka. Terdengar dari depan pintu memanggil-manggil namaku mini....mini..mini itu sebutan dari teman-teman kepadaku ooooh ternyata teman dari 1D lupa namanya, kebetulan aku di 1A dengan tergesa-gesa dia memberikan secarik kertas ini ada titipan aku kekelas dulu ya mengahiri pembicaraan kita. Pengen sekali aku bertanya dari siapa, dalam rangka apa ngasih ginian sambil berlari dia berkata baca aja sendiri.
         Setelah aku baca ow ternyata puisi dari teman 1D orang yang baru aku kenal seminggu yang lalu di ekstrakurikuler sekolah  dia ikut eskul kalau nggak salah PMR sedangkan aku eskul yang sangat ekstrim dikalangan perempuan yaitu KARATE sambil menunggu simpe/simpai guru atau tutor yang akan mengajarkan kami berbagai gerakan karate tiba-tiba ada tiga orang menyapa kami rombongan karate kenal yang namanya ini nggak kelas 1A. Teman-teman karateku langsung memandangku itu nanya aja sama mini mungkin kenal. Dalam hatiku bertanya-tanya ada apa yah ? hhhmmm aneh kenapa orang yang didepanku ini malu-malu mau mengajukan pertanyaan kepadaku. Langsung aku sambar aja ada perlu apa ya ! tanpa ragu dia mengeluarkan tangan kenalkan aku ini anak 1D kenal nggak anak ini 1A juga sama, sama kamu hmmmm oh ia aku kenal hehehe terkekeh salam ya buat dia. nggak nyadar ternyata simpe sudah datang temen-temen sudah mulai pemanasan hoooo sebelum memulai jurus-jurus katak yang sangat sulit aku hafal sambil berlari aku berkata ok nanti aku sampein. Itulah awal aku kenalan sama dia sahabat  terbaiku yang sekarang nggak tahu ada dimana, tapi akan akan salalu ku kenang sobat lewat puisimu. 

Tebarkan senyum mu

Seindah bungah di taman

yang menebarkan sejuta keharumannya

seindah itu pulah persahabatan kita

          Saat kau ada, dia juga ada

         Saat kau sedih,  dia juga sedih

         Saat kau senang, dia juga senang

         Saat kau bahagia, dia juga bahagia

Apapun kamu

Bagaimana pun kamu

Dia selalu ada untuk mu....

Itulah dia sahabatmu


Teman-teman SMA Negeri 1 Sorong 06 dimana kalian....!!!!!!

MODEL-MODEL PEMBELAJARAN

1.       Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan  oleh John Dewey dan Herbert Thelan. Menurut Dewey seharusnya kelas merupakan cerminan masyarakat yang lebih besar. Thelan telah mengembangkan prosedur yang tepat untuk membantu para siswa bekerja secara berkelompok. Tokoh lain adalah ahli sosiologi Gordon Alport yang mengingatkan kerja sama dan bekerja dalam kelompok akan memberikan hasil lebih baik. Menurut Shlomo Sharan dalam model pembelajaran kooperatif haruslah diciptakan setting kelas dan proses pengajaran yang mensyaratkan adanya kontak langsung, berperan serta dalam kerja kelompok dan adanya persetujuan antar anggota dalam kelompok.

Model pembelajaran kooperatif memungkinkan siswa dapat belajar dengan cara bekerja sama dengan teman. Teman yang lebih mampu dalam kelompok dapat menolong teman yang lemah. Setiap anggota kelompok tetap memberi sumbangan pada prestasi kelompok. Para siswa juga mendapat kesempatan untuk bersosialisasi.

Model pembelajaran kooperatif mempunyai sintaks tertentu yang merupakan ciri khususnya. Tabel 1 berikut ini adalah sintaks model pembelajaran kooperatif dan perilaku guru pada setiap sintaks.

Tabel 1: Sintaks Model Pembelajaran Kooperatif

Perilaku Guru
Fase 1
Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa
Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar
Fase 2
Menyajikan informasi
Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan
Fase 3
Mengorganisasi siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana cara membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien
Fase 4
Membimbing kelompok bekerja dan belajar
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas
Fase 5
Evaluasi
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya
Fase 6
Memberikan tugas
Guru mancari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok



Terdapat beberapa tipe model pembelajaran kooperatif seperti tipe STAD (Students Teams Achievement Division), tipe jigsaw, investigasi kelompok, dan pendekatan structural.

a.       Students Teams-Achievement Division (STAD)
Pada Kooperatif tipe STAD siswa dalam suatu kelas dibagi menjadi kelompok-kelompok dengan anggota 4-5 orang. Setiap kelompok haruslah heterogen, terdiri dari laki-laki dan perempuan, berasal dari berbagai suku, memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Anggota kelompok menggunakan lembar kegiatan atau perangkat pembelajaran yang lain untuk menuntaskan materi pelajarannya. Siswa dalam kelompok kemudian saling membantu satu sama lain untuk memahami bahan pelajaran melalui tutorial, kuis, atau melakukan diskusi. Setiap periode waktu tertentu, misalnya dua minggu siswa diberi kuis. Kuis tersebut menghasilkan skor, dan tiap individu dapat diukur skor perkembangannya.

b.      Jigsaw
Tipe Jigsaw diterapkan dengan membagi siswa dalam kelompok dengan 5 atau 6 orang anggota kelompok belajar heterogen. Materi pembelajaran diberikan kepada siswa dalam bentuk teks. Setiap anggota bertanggung jawab untuk mempelajari bagian tertentu dari bahan yang diberikan tersebut. Sebagai contoh, jika materi yang diajarkan itu adalah hirarki kehidupan dalam ekosistem, seorang siswa mempelajari tentang populasi, siswa lain mempelajari tentang kokmunitas, siswa lain lagi belajar tentang ekosistem, dan yang terakhir belajar tentang biosfer. Anggota dari kelompok lain yang mendapat tugas topic yang sama berkumpul dan berdiskusi tentang topic tersebut. Kelompok ini disebut kelompok ahli. (Gambar 1)


Selanjutnya anggota tim ahli ini kembali ke kelompok asal dan mengajarkan apa yang telah dipelajarinya dan didiskusikan di dalam kelompok ahlinya untuk diajarkan kepada teman dalam kelompoknya sendiri.


Illustrasinya bisa dibuat sndiri

Kelompok Asal
5 atau 6 anggota yang heterogen dikelompokkan







               a.       Investigasi Kelompok
Dalam penerapan Investigasi Kelompok guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok dengan anggota 5 atau 6 siswa yang heterogen. Untuk beberapa kasus, kelompok dapat dibentuk dengan mempertimbangkan keakraban persahabatan atau minat yang sama dalam topic terrtentu. Selanjutnya siswa memilih topic untuk diselidiki, dan diteruskan melakukan penyelidikan yang mendalam atas topic yang dipilih itu. Akhirnya kelompok-kelompok tersebut akan menyiapkan dan mempresentasikan laporannya kepada seluruh kelas.

b.      Pendekatan Struktural
Struktural ini menghendaki siswa bekerja saling membantu dalam kelompok kecil dan lebih dicirikan oleh penghargaan kooperatif daripada penghargaan individual. Dua macam struktur yang terkenal, adalah think-pair-share dan numbered-head together yang dapat digunakan untuk mengecek pemahaman siswa terhadap isi tertentu.

Think-pair-share memiliki prosedur yang ditetapkan secara eksplisit untuk memberi siswa waktu lebih banyak untuk berfikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain. Langkah-langkah think-pair-share sebagai berikut:

Tahap 1        : Thinking (berpikir).
Guru mengajukan pertanyaan atau isu yang berhubungan dengan pelajaran,   kemudian siswa diminta untuk memikirkan pertanyaan tersebut secara mandiri untuk beberapa saat.
Tahap 2       : Pairing.
Guru meminta siswa berpasangan dengan siswa lain untuk mendiskusikan apa yang telah dipikirkannya pada tahap pertama. Interaksi pada tahap ini diharapkan dapat berbagai jawaban jika telah diajukan suatu pertanyaan atau berbagi ide jika suatu persoalan khusus telah diidentifikasi. Biasanya guru memberi waktu 4-5 menit untuk berpasangan.
Tahap 3       : Sharing.
                                                  Pada tahap akhir, guru meminta kepada pasangan untuk berbagi dengan seluruh kelas tentang apa yang telah merka bicarakan. Ini efektif dilakukan dengan cara bergiliran pasangan demi pasangan dan dilanjutkan sampai sekitar seperempat pasangan telah mendapat kesempatan untuk melaporkan.

Numbered head together adalah suatu pendekatan yang dikembangkan untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut. Langkah-langkah struktur ini adalah penomoran, mengajukan pertanyaan, berfikir bersama, dan menjawab.
Keempat tipe tersebut mempunyai perbandingan seperti pada Tabel 2 berikut ini:
Tabel 2. Perbandingan Empat Pendekatan dalam Pembelajaran Kooperatif
Aspek
Tipe STAD
Tipe Jigsaw
Investigasi Kelompok
Pendekatan Struktural
Tujuan Kognitif
Informasi akademik sederhana
Informasi akademik sederhana
Informasi akademik tingkat tinggi dan keterampilan inkuiri
Informasi akademik sederhana
Tujuan Sosial
Kerja kelompok dan kerja sama
Kerja kelompok dan kerja sama
Kerjasama dalam kelompok kompleks
Ketrampilan kelompok dan ketrampilan sosial
Struktur tim
Kelompok heterogen dengan 4-5 orang anggota
Kelompok belajar dengan 5-6 orang anggota menggunakan pola kelompok “asal” dan kelompok “ahli”
Kelompok belajar dengan 5-6 anggota heterogen
Bervariasi, berdua, bertiga, kelompok dengan 4-6 anggota
Pemilihan topik pelajaran
Biasanya guru
Biasanya guru
Biasanya siswa
Biasanya guru
Tugas Utama
Siswa dapat menggunakan lembar kegiatan dan saling membantu untuk menuntaskan materi belajarnya
Siswa mempelajari materi dalam kelompok “ahli” kemudian membantu anggota kelompok asal mempelajari materi itu
Siswa menyelesaikan inkuiri kompleks
Siswa mengerjakan tugas-tugas yang diberikan social dan kognitif
Penilaian
Tes mingguan
Bervariasi dapat berupa tes mingguan
Menyelesaikan proyek dan menulis laporan, dapat menggunakan tes essay
Bervariasi
Pengakuan
Lembar pengetahuan dan publikasi lain
Publikasi lain
Lembar pengetahuan dan publikasi lain
Bervariasi


    1.       Inkuiri atau Belajar Melalui Penemuan
Para siswa dapat belajar menggunakan cara berfikir dan cara bekerja para ilmuwan dalam menemukan sesuatu. Tokoh-tokoh dalam belajar melalui penemuan ini antara lain adalah Bruner, yang merupakan pelopor pembelajaran penemuan. Pembelajaran penemuan merupakan suatu model pengajaran yang menekankan pentingnya membantu siswa memahami struktur atau ide kunci dari suatu disiplin ilmu, perlunya siswa aktif terlibat dalam proses pembelajaran, dan suatu keyakinan bahwa pembelajaran sebenarnya akan terjadi melalui penemuan pribadi. Tokoh lain adalah Richard Suchman yang mengembangkan suatu pendekatan yang disebut latihan inkuiri. Dengan pengajaran ini guru menyajikan kepada siswa suatu teka-teki atau kejadian yang menimbulkan konflik kognitif dan rasa ingin tahu siswa sehingga merangsang mereka melakukan penyelidikan.

Sintaks belajar melalui penemuan tidak jauh berbeda dengan langkah-langkah kerja ilmiah yang ditempuh oleh para ilmuwan dalam menemukan sesuatu. Tabel 4 berikut ini adalah sintaks dan tingkah laku guru dalam model belajar melalui penemuan.

Table 3 Sintaks Model Belajar Melalui Penemuan

Tahap
Tingkah Laku Guru
Tahap 1
Observasi untuk menemukan masalah
Guru menyajikan kejadian-kejadian atau fenomena yang memungkinkan siswa menemukan masalah
Tahap 2
Merumuskan masalah
Guru membimbing siswa merumuskan masalah penelitian berdasarkan kejadian dan fenomena yang disajikan
Tahap 3
Mengajukan hipotesis
Guru membimbing siswa untuk mengajukan hipotesis terhadap masalah yang telah dirumuskan
Tahap 4
Merencanakan pemecahan masalah (melalui eksperimen atau cara lain)
Guru membimbing siswa untuk merencanakan pemecahan masalah, membantu menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan dan menyusun prosedur kerja yang tepat
Tahap 5
Melaksanakan eksperimen (atau cara pemecahan masalah yang lain)
Selama siswa bekerja, guru membimbing dan memfasilitasi
Tahap 6
Melakukan pengamatan dan pengumpulan
Guru membantu siswa melakukan pengamatan tentang hal-hal yang penting dan membantu mengumpulkan dan mengorganisasi data
Tahap 7
Analisa data
Guru membantu siswa menganalisis data supaya menemukan sesuatu konsep
Tahap 8
Penarikan kesimpulan atau penemuan
Guru membimbing siswa mengambil kesimpulan berdasarkan data dan menemukan sendiri konsep yang ingin ditanamkan

2.       Pembelajaran Berdasarkan Masalah
Model pengajaran berdasarkan masalah lebih kompleks dibandingkan dua model yang telah diuraikan sebelumnya. Model pengajaran berdasarkan masalah mempunyai ciri umum yaitu menyajikan kepada siswa tentang masalah yang autentik dan bermakna yang akan memberi kemudahan kepada para siswa untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri. Model ini juga mempunyai beberapa ciri khusus yaitu adanya pengajuan pertanyaan atau masalah, berfokus pada keterkaitan antar disiplin ilmu, penyelidikan autentik, menghasilkan produk/karya dan memamerkan produk tersebut serta addnya kerja sama. Masalah autentik adalah masalah yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari dan bermanfaat langsung jika ditemukan penyelesaiannya. Sebagai contoh masalah autentik adalah “bagaimanakah kita dapat memperbanyak bibit bunga mawar dalam waktu yang singkat supaya dapat memenuhi permintaan pasar “. Apabila pemecahan terhadap masalah ini ditemukan, maka akan memberikan keuntungan secara ekonomis. Masalah seperti “bagaimanakah kandungan klorofil daun pada tumbuh-tumbuhan yang tumbuh pada tempat yang tingkat intensitas cahayanya berbeda” merupakan masalah akademis yang apabila ditemukan jawabannya belum dapat memberi manfaat praktis secara langsung.

Apabila anda melihat seekor ikan yang berenang di akuarium, maka apakah masalah autentik dan masalah akademik yang dapat dirumuskan dari pengamatan ikan tersebut. Masalah autentik yang muncul dapat meliputi, bagaimanakah komposisi ransum pakan ikan supaya menghasilkan pertumbuhan badan ikan yang maksimal, atau bagaimanakah ransum pakan yang menghasilkan warna tubuh ikan yang lebih cerah sehingga ikan tersebut lebih mahal jika dijual. Adapun masalah akademik yang muncul meliputi bagaimanakah pengaruh suhu air terhadap kecepatan membuka dan menutupnya insang pada ikan, bagaimanakah pengaruh adanya zat polutan terhadap kecepatan motilitas ikan dan masalah-masalah lain yang tidak langsung bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari.

Masalah autentik juga sangat menarik minat siswa sebagai subyek balajar, karena terkait dengan kehidupan mereka sehari-hari dan bermanfaat bagi dirinya. Dengan mengangkat masalah-masalah autentik ke dalam kelas, maka pembelajaran akan lebih bermakna.

Adapun landasan teoritik dan empiric model pengajaran berdasarkan masalah adalah gagasan dan ide-ide para ahli seperti Dewey dengan kelas demokratisnya, Piaget yang berpendapat bahwa adanya rasa ingin tahu pada anak akan memotivasi anak untuk secara aktif membangun tampilan dalam otak  mereka tentang lingkungan yang mereka hayati, Vygotsky yang merupakan tokoh dalam pengembangan konsep kontruktivisme yang merupakan konsep yang dianut dalam model pengajaran berdasarkan masalh.

Model pengajaran berdasarkan masalah juga mempunyai sintaks tertentu yang merupakan ciri khas dari model ini. Tabel 4 berikut ini adalah sintaks model pengajaran berdasarkan masalah dan tingkah laku guru pada setiap tahap sintaks.

Table 4. Sintaks Model Pengajaran Berdasarkan Masalah

Tahap
Tingkah laku Guru
Tahap 1
Orientasi siswa kepada masalah
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistic yang dibutuhkan, memotivasi siswa untuk terlibat pada aktifitas pemecahan masalah yang dipilihnya
Tahap 2
Mengorganisasi penyelidikan individual
Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasi tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut
Tahap 3
Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok
Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah
Tahap 4
Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Guru membantu siswa dalam merencakan dan menyiapkan karya yang sesuai  seperti laporan, video, dan model dan membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya
Tahap 5
Menganalisis dan mengeveluasi proses pemecahan masalah
Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan

3.       Pembelajaran Langsung
Pengajaran langsung banyak diilhami oleh teori belajar social yang juga sering disebut belajar melalui observasi. Dalam bukunya Arends menyebutnya sebagai teori pemodelan tingkah laku. Tokoh lain yang menyumbang dasar pengembangan model pengajaran langsung John Dolard dan neal Miller serta Albert Bandura yang mempercayai bahwa sebagaian besar manusia belajar melalui pengamatan secara selektif dan mengingat tingkah laku orang lain.

Pemikiran mendasar dari model pengajaran langsung adalah bahwa siswa belajar dengan mengamati secara selektif, mengingat dan menirukan tingkah laku gurunya. Atas dasar pemikiran tersebut hal penting yang harus diingat dalam menerapkan model pengajaran langsung adalah menghindari menyampaikan pengetahuan yang terlalu kompleks.

Para pakar pada umumnya membedakan pengetahuan menjadi dua yaitu, pengetahuan deklaratif dan pengetahuan procedural. Pengetahuan deklaratif adalah pengetahuan tentang sesuatu. Sedangkan pengetahuan procedural adalah pengetahuan tentang bagaimana melakukan sesuatu. Supaya ungkapan tentang pengetahuan deklaratif dan procedural lebih jelas marilah kita amati sebuah neraca. Neraca apapun pasti tersusun atas bagian-bagian yang menyusunnya. Bagian-bagian tersebut meliputi dasar atau kaki neraca, lengan neraca, piring neraca dan bagian-bagian lain. Masing-masing bagian tersebut mempunyai fungsi tertentu, yang pada akhirnya mendukung fungsi neraca tersebut. Pengetahuan tentang bagian-bagian neraca dan fungsi masing-masing bagian tersebut merupakan pengetahuan deklaratif.

Neraca digunakan dengan prosedur atau langkah-langkah yang tepat supaya memberikan hasil yang akurat. Pada langkah awal menggunakan neraca kita harus “mengenolkan” neraca tersebut, atau menyeimbangkan lengan neraca secara tepat. Langkah selanjutnya adalah meletakkan anak timbangan yang massanya kita prediksi hamper sama dengan massa benda yang kita timbang. Selanjutnya kita meletakkan benda dan menemukan massa benda yang kita timbang tersebut. Langkah-langkah dalam menggunakan neraca tersebut merupakan pengetahuan prosedural. Dalam menerapkan model pengajaran langsung hendaknya kita menyederhanakan baik pengetahuan deklaratif maupun pengetahuan procedural yang akan kita sampaikan kepada siswa.

Pengajaran langsung dicirikan oleh sintaks tertentu. Pada Tabel 5 berikut ini akan diberikan sintaks model pengajaran langsung dan peran yang dijalankan oleh guru pada tiap-tiap sintaks.

Tabel 5. Sintaks Model Pengajaran Langsung

Fase
Peran Guru
1.        Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, informasi latar belakang pelajaran, pentingnya pelajaran, mempersiapkan siswa untuk belajar
2.        Mendemonstrasikan ketrampilan (pengetahuan procedural) atau mempresentasikan pengetahuan (deklaratif)
Guru mendemonstrasikan ketrampilan dengan benar, atau menyajikan informasi tahap demi tahap
3.        Membimbing pelatihan
Guru merencanakan dan memberi bimbingan pelatihan
4.        Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik
Guru mengecek apakah siswa telah berhasil melakukan tugas dengan baik, memberi umpan balik
5.        Memberikan kesempatan untuk pelatihan lanjutan dan penerapan
Guru mempersiapkan kesempatan melakukan pelatihan lanjutan, dengan perhatian khusus pada penerapan kepada situasi lebih kompleks dan kehidupan sehari-hari